Kota Kenangan, 3 Agustus
Tahun Perdana Perkawinan Kami
Sejak
kemarin sore aku dan Cath ‘berbulan madu’ ke pantai. Kami menempati sebuah
bungalow sederhana yang asri dan jauh dari keramaian. Walau belum mungkin
menikmati bulan madu yang panjang, kami berusaha merencanakan terciptanya
‘letupan-letupan’ yang selalu dapat menghangatkan cinta kami. Aku dan Cath
menyisihkan pendapatan kami dalam tabungan khusus, berlabel ‘Khusus Bulan
Madu’. Wow, alangkah indahnya !
Sederet
moment indah kuabadikan dengan kamera yang tak lupa kubawa serta. Moment-moment
indah yang akan selalu menjadi kenangan di sepanjang kahidupan kami. Benar kata
orang, masa-masa awal perkawinan adalah masa-masa penuh madu, begitu menghanyutkan.
Kami masih merasa seperti sedang pacaran.
Sejenak
pikiranku terpancang ke masa lalu, tujuh tahun yang lalu. Perkenalanku dengan Cath terjadi begitu saja. Di trotoar depan kampusku tanpa sengaja aku
menyenggol seorang cewek berambut panjang. Kala itu aku sedang tergesa menuju
ruang kuliah karena, apalagi kalau bukan terlambat, kebiasaanku hampir setiap
waktu. Tas yang ada dipelukan cewek itu jatuh. Dengan perasaan campur aduk, aku
‘terpaksa’ mengambilkan tas yang tergeletak di trotoar itu sembari minta maaf.
Kutatap wajah gadis itu, wow, manis sekali, dengan senyuman lembut dan tuturan
lirih, ‘Nggak papa.’
Hatiku
tak rela kala mataku melepas wajah manis itu dari tatapan, namun seketika
terbayang di mataku wajah garang ‘Pak Dirman Killer’, Dosen Ekonomi Makro.
‘Yok, Dek,’ ujarku sambil berlari kecil menuju kampus. Lambang sekolah yang ada
di baju seragam SMA itu tak luput dari sapuan tatapku, SMA Kuntum Bangsa.
Sejak
saat itu, aku jadi rajin nongkrong di sekitar SMA Kuntum Bangsa, sekedar ‘menikmati’
wajah manis berambut panjang yang selalu lewat di situ. Hingga suatu siang
kuberanikan diri berkenalan dengannya. Cath, nama yang amat manis menurutku,
semanis pemiliknya.
Beberapa
bulan kemudian kami resmi pacaran. Cath masih duduk di bangku SMA kelas I dan
aku pada semester IV di Fakultas Ekonomi. Setiap malam minggu aku datang ke
rumahnya dan tak lupa kubawakan martabak telur, kesukaan Bapaknya, yah, buat
‘pelicinlah’.
Tujuh
tahun pacaran tentu bukan waktu yang singkat. Banyak teman bertanya,’Apa nggak
bosan ?’ Setiap kali pertanyaan itu menyodok kami, aku dan Cath bertatapan dan
serentak mengangkat bahu dalam senyuman. Bosan ??? Tentu saja ada saat-saat di
mana kebosanan itu datang menggoda. Tapi, komitmenlah yang menjadi pendorong
sekaligus terapi untuk kebosanan itu, Komitmen untuk menanti saat yang tepat, the
right moment !
Kapan
the right moment itu ? Tentu saja setelah aku dan Cath menamatkan
pendidikan kami. ‘Mau dikasih makan apa anak orang kalau kamu sendiri belum
lulus dan berpenghasilan ?’ Begitu
selalu ucapan Ibu dan Bapakku. Aku tersenyum kecut. Pastilah tidak cukup hanya
dengan martabak telur, ha ha ha.
Selepas
dari Fakultas Ekonomi, aku melanjutkan pendidikan ke Program Magister Manajemen
dan pada tahun yang sama, Cath diterima di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur.
Setelah berjuang selama dua setengah tahun, aku diwisuda sebagai Magister
Manajemen. Beberapa tawaran pekerjaan menungguku. Untuk pertama kalinya aku
diterima di sebuah perusahaan sepatu, sebagai Kepala Bagian Marketing. Dalam
tiga tahun, karierku terus menanjak hingga aku menduduki jabatan Direktur
Keuangan di perusahaan itu.
Apakah
aku ambisius hingga meninggalkan jabatan Direktur Keuangan di PT. Asia Jaya
Persada dan ‘meloncat’ ke perusahaan baru ini sebagai Direktur Utama ? Tentu
saja tidak ! Kok pede amat jawab tidak? Justru karena aku ingin melapangkan
jalan bagi orang lain, yang kuanggap cukup kompeten menggantikanku dan aku
harus meniti karier lain.
Dua
tahun terakhir ini aku melakukan pengkaderan dengan kiat yang kusebut sebagai
‘Fenomena Tahu Goreng’. Aku memberi kesempatan kepada beberapa stafku untuk
bersaing, menunjukkan kompetensi mereka dan membuktikan diri bahwa mereka
pantas maju. Mengapa kusebut Fenomena Tahu Goreng ? Lihatlah Penjual Tahu Goreng
Pinggir Jalan. Sejumlah tahu dipotongnya dengan ukuran yang hampir sama. Semua
tahu dimasukkan dalam adonan tepung yang sama. Sewaktu di masak, satu persatu
tahu-tahu itu, dalam waktu yang tak banyak berbeda, dicemplungkan ke dalam
minyak panas dalam kuali yang sama di atas kompor yang sama. Sang Penjual
menunggu, tahu yang matang lebih dulu, itulah yang diangkat lebih dulu. Nyaris
persis sama dengan itu, para staf kuberikan kesempatan yang nyaris sama. Dan
kini, aku telah mendapatkan ‘tahu yang lebih dulu matang’, bahkan ‘matang luar
dalam’.
Ada
yang bertanya padaku, ‘Seberapa penting arti kaderisasi bagimu ? Bukankah itu
sama dengan ‘membesarkan anak harimau’ dan akhirnya ‘bunuh diri’ ?’ Kuakui,
terkadang cukup sulit menjelaskan kepada sejumlah orang, arti penting
kaderisasi. Kalau sudah begitu, aku tersenyum sendiri dan berlalu.
Takkan
pernah kulupakan untaian kata manis dari Neale Donald Walsch,’Pemimpin sejati
bukanlah mereka yang memiliki paling banyak pengikut, tapi dia yang dapat
menciptakan pemimpin baru.’ Kini aku sungguh bangga, ‘menelurkan sekaligus
menetaskan’ pemimpin baru hingga tuturan Sang Filsuf dalam tulisan Leonardo W.
Permana dapat juga dialamatkan padaku,’Seperti itulah kaderisasi, Greg. Dengan
memberi bimbingan kepada stafmu, engkau mengadakan kaderisasi. Engkau
mempersiapkan tampilan berikutnya di panggung kepemimpinan setelah tampilanmu.
Dengan begitu, kau tidak akan bicara melalui mikrofon, ‘Tampilan berikutnya,
AKU, berikutnya, AKU, dan berikutnyapun, MASIH AKU’.
Dengan
perjalanan karierku, aku juga ingin membuktikan apa yang sering ditegaskan
Tanri Abeng, perjalanan karier yang baik tidak bisa dicapai melalui jalan
pintas. Hampir lima tahun aku memupuk ‘stamina kesabaran’ untuk menjadi the
winning manager, meminjam istilah Bambang Bhakti. Aku merintis jalan
sekaligus meretas jalan bagi orang-orang lain melalui kerangka persaingan yang
tepat, sparring partnership, mencari pesaing dan menjadikannya
lawan dalam latihan tanding. Bukan dengan menendang pesaing seperti sepqk
terjang orang dalam fight partnership.
Kini
aku sungguh menemukan lapangan tanding baru, perusahaan yang kupimpin sekarang
ini, yang membutuhkan segudang stamina kesabaran baru. Optimisme yang
menggelora dalam hati berbisik di telingaku,’Be the winning manager
again, OK!’ Dan kujawab, ‘Of course, Sir !’
Baca Juga:
- PRIA LOYO ? JANGAN-JANGAN SPT (SINDROM PENURUNAN TESTOSTERON)
- WASPADAI GEJALA PENTING SERANGAN JANTUNG !
- TIPS SMART SUKSES KARIER
- WASPADAI PENYEBAB ANEMIA BESI PADA WANITA !
- CATATAN CINTA GREG 4 : I WILL BE TRUSTED LEADER !
- TIPS PENTING MENGATUR KEUANGAN RUMAH TANGGA
- SENANDUNG BIJAK SANG FILSUF : BUTUH SANGKAR BESAR
- KURANG ZAT BESI ANCAM KECERDASAN ANAK !
- CATATAN CINTA GREG 3 : WAIT THE RIGHT MOMENT !
- APA GEJALA INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA LANSIA ?
- TIPS JANTUNG SEHAT SAAT EKONOMI SULIT
- SENANDUNG BIJAK SANG FILSUF : CUBITAN MESRA
- TIPS PRAKTIS CERDAS DAN SEHAT : MAKAN PISANG !
- CATATAN CINTA GREG 2 : I AM THE RIGHT MAN .......!
- MENGAPA LANSIA RENTAN INFEKSI ?
- KANKER PROSTAT : MOMOK KAUM PRIA
- SENANDUNG BIJAK SANG FILSUF : KONSISTENSI
- CATATAN CINTA GREG 1 : 'HADIAH' PAK WILLIAM
- TIPS ‘MOVE ON’ DARI ‘MASA LALU’
- TIPS LANGSING : KONSUMSI MINYAK ZAITUN !