-->

RISIKO DEPRESI PEREMPUAN PERIMENOPAUSE


There are some questions untuk judul nyang Anda berikan, Dok. Pertama, mengapa kali ini Anda bicara tentang depresi pada perempuan? Emangnya ono opo with women?

Because risiko depresi pada perempuan lebih besar dari pada laki-laki, Madam. Bahkan sebagian besar masa hidup perempuan dihantui oleh ancaman depresi.

 

Waduh, gawat! Segitunya, Dok? Nggak kurang dikit? What happened about us?

Apanya nyang mo dikurangi, Madam? Udah kodratnya, toh? What happened about women? Perempuan mengalami pasang surut perubahan hormonal selama siklus kehidupan reproduksinya. Itu nyang terjadi, Madam.

 

Pertanyaan berikut, Dok, what’s perimenopause?  

Perimenopause juga sering disebut transisi menopause, Madam. Jadi perimenopause menunjukkan waktu. Kapan? Beberapa tahun before menopause. Biasanya mulai saat perempuan 40 tahunan, tapi juga bisa lebih awal lagi. Rata-rata masa perimenopause 4 tahun tapi ada yang hanya beberapa bulan hingga 10 tahun.

 

Nah, perimenopause berakhir dengan menopause, ya kan, Dok?

Sure, Madam, perimenopause berakhir kalau dalam 1 tahun perempuan tidak mengalami menstruasi sekalipun. Ini disebut masa post-menopause awal. Masa premenopause dan masa post-menopause awal adalah saat-saat rentan bagi perempuan.

 

Rentan, Dok?

Ya, Madam, rentan terhadap gangguan fisik dan emosional.

 

Kalau gitu, rentan terhadap depresi juga ya, Dok?

Sekali lagi yes, Madam! Nah ada sejumlah faktor yang bikin perempuan perimenopause rentan terhadap depresi. Yang pertama, etnis.

 

Wuih, jangan SARA dong, Dok!

Kita bukan bicara SARA, Madam, bicara ilmiah, gimana sih?          

 

Ups, Dokter sewot, Dokter sewot, don’t be sewot, dong Dok. I’m hanya becanda.

Ngai juga becanda, ha ha ha. Penelitian menunjukkan, depresi lebih sering pada perempuan Kulit Putih dibandingkan dengan etnis Afrika yang ada di Amerika, etnis Chinese dan Jepang. Diduga ini terjadi karena perbedaan kultur, perempuan-perempuan Timur kan lebih nrimo. Tapi menurut saya, sekarang mungkin sudah sama saja karena kultur kitapun sudah bergeser. Kaum perempuan Timur sekarang sudah lebih ekspresif!  

 

Gangguan depresi juga lebih sering pada perempuan dengan tingkat pendidikan rendah. Kemungkinan mereka kurang mampu ‘melihat secara positif’ transisi menopause dan masa menopause yang sedang dan akan mereka alami. Tingkat pendidikan rendah juga sering berhubungan dengan sosial ekonomi rendah sekaligus keadaan kesehatan yang relatif lebih buruk. Semuanya ini jelas memperberat kerentanan terkena depresi. Ditambah lagi kalau pada masa-masa sebelumnya, sudah pernah mengalami depresi.

 

Mungkin stres dalam kehidupan juga berpengaruh, Dok?

Jelas, Madam, stres berkepanjangan dalam kehidupan keluarga atau kehidupan sosial juga meningkatkan kerentanan perempuan perimenopause terkena depresi. Faktor-faktor lain adalah kebiasaan-kebiasaan hidup yang tidak sehat semisal merokok dan minum alkohol, masalah dalam perkawinan dan sikap negatif atau penolakan terhadap penuaan dan menopause.  

 

Ada yang menolak jadi tua, Dok?

Buanyak, Madam, ha ha ha. Lihat aja di mana-mana, ha ha ha. Madam pasti tahu sendiri, dari sikap dan penampilan mereka. Harus disadari, sikap seperti itu bukan membantu, malah memperberat potensi menjadi depresi!

 

Menjelang menopause badan terasa panas, gerah dan berkeringat banyak. Ini juga bikin perasaan sangat tidak nyaman, apalagi kalau di keramaian. Gimana tuh, Dok?

Benar sekali, Madam, ini yang disebut gejala-gejala vasomotor, termasuk keringat berlebihan, rasa panas, berdebar-debar. Semua itu bisa jadi malah menyebabkan depresi. Ya karena rasa tidak nyaman dan tak jarang muncul rasa malu. Misalnya harus bawa kipas ke mana-mana. Padahal semua orang kan tau ‘n maklum, ya kan Madam.

 

Mengalami premenopause lebih awal dari teman-teman sebaya, sering juga tidak mengenakkan bagi sebagian perempuan. Mereka merasa ‘Kok kiamat saya lebih dulu’. Padahal kiamat masih lama, ha ha ha. Nah, bertambah lagi faktor penyebab depresi. Semua itu menjadi lebih berat lagi kalau ada fluktuasi ‘liar’ hormon selama periode perimenopause menjelang hormon itu menghilang saat menopause. Apalagi kalau masa perimenopause yang penuh gejolak itu berlangsung lama, rasanya kok nggak brenti-brenti ya.

 

Ada juga perempuan yang ‘terpaksa’ menopause ya Dok.

Ya, Madam. Sebagian perempuan muda ovariumnya ‘diangkat’ karena mengalami gangguan alat reproduksi. So? Estrogen menghilang sehingga mereka ‘terpaksa’ memasuki tahapan menopause. Bisa kita bayangkan perasaan mereka! Sangat rentan jadi depresi!

 

Wah, wah, wah, ruepot ya jadi perempuan, Dokter. Enakan seperti Anda, nggak usah ngerasain opo nyang kami rasain.

Yah, beda dong, Madam! Madam juga nggak usah ngerasain nyang kami rasain, toh? Ha ha ha.

 

Sumber bahan:
Depression or Menopause? Presentation and Management of Major Depressive Disorder in Perimenopausal and Postmenopausal Women, Anita H. Clayton and Philip T. Ninan, http://www.ncbi.nlm.nih.gov
The unique challenges of managing depression in mid-life women, Lorraine Dennerstein and Claudio N. Soares, http://www.ncbi.nlm.nih.gov



 

Click to comment