-->

TIPS BERTENGKAR SUAMI-ISTRI


Suami istri bertengkar? Mungkin ada sisi baiknya, sekurang-kurangnya menurut para ahli, menjadi komponen sehat dalam hubungan suis, suami istri. Tetapi tentu lebih baik tidak bertengkar, toh? Kalaupun ‘harus’ bertengkar, mari kita simak tips berikut ini.

Jangan memulai…..
Masak sih ada suami atau istri yang mau memulai pertengkaran? Dengan sengaja sih, tidak. So? Tak jarang pertengkaran suis dimulai tidak sengaja. Kata hingga kalimat godaan, kritikan, sindiran, bahkan tuduhan, topik pembicaraan yang menjurus, atau mungkin gerakan tubuh nyeleneh, dan masih banyak hal lain yang tidak disukai pasangan bisa menjadi awal pertengkaran. Karena itu sangat penting bagi suami mengingat apa yang tidak disukai istrinya dan sebaliknya. ‘Mbatin’ lebih dulu sebelum mengeluarkan deretan kata mungkin bisa sangat membantu, ‘kalau aku bilang begini, kira-kira dia marah nggak ya’, ‘kalau aku ngomong soal itu apa dia jengkel?’. Kalau Anda belum menemukan kata atau kalimat yang tepat, mungkin tepat kalau Anda mengamalkan kata bijak ini, diam itu emas……!

Keluarga inti lebih dulu…..
Urusan dalam keluarga besar, dengan orang tua atau saudara, apalagi saudara jauh, tak jarang bisa memicu pertengkaran dengan pasangan dan anak. Jangan sembarangan mengubah jadwal yang telah ditetapkan dalam keluarga inti, hanya karena ada kegiatan dengan keluarga besar, kecuali sangat mendesak dan darurat. Apalagi kalau kegiatan itu tidak melibatkan pasangan dan anak. Bukan berarti mengabaikan keluarga besar, lho, karena masing-masing keluarga punya ‘pakem’nya sendiri. Tentu perlu ada kegiatan bersama keluarga besar. ‘Pakem’ inipun perlu dibicarakan dan disepakati bersama. Jadi nggak perlu ribut terus-terusan karena keluarga besar. Tentukan lokasi pertemuan yang bisa dikompromikan sehingga jadwal keluarga inti jalan, pertemuan dengan keluarga besarpun suskes. Kalaupun jadwal perlu diubah karenanya, harus dibicarakan lebih dulu dengan pasangan dan anak dan usahakan tidak mendadak.  

Tepati janji atau mohon maaflah…..
Suami dan istri perlu berupaya mendisiplinkan diri untuk tepat janji, baik kepada pasangan maupun anak. Ya, tepati janji atau mohon maaflah bila belum atau tak bisa ditepati. Janji makan malam di rumah gagal karena Big Boss kebetulan datang? Informasikan kepada pasangan dan anak, mohon maaflah, dan kalau perlu, reschedule!

Menjadi ‘penyelamat’…..
Anda jengkel karena pasangan selalu salah jalan padahal itu adalah perjalanan yang ke 37 ke tempat yang sama? Bawa peta atau buatlah peta Anda sendiri. Mungkin pasangan Anda tidak suka detil, hanya mengingat dan menyukai yang besar-besar termasuk uang besar. Biasanya perempuan lebih detil. Nah, istri bisa mencoba meminimalisasi pertengkaran dengan menjadi ‘penyelamat’ untuk hal-hal kecil yang dilupakan suami. Bukan berarti suami boleh makin lama makin melupakan hal-hal kecil, lho. Brajarrrrr juga, dong!

Lupakan peran ‘juri’..…
Aku yang benar, kamu yang salah. Sesaat ini menenteramkan diri sendiri. Tapi, apakah ini perlu? Apakah ini membangun hubungan karena siapakah yang rela dipersalahkan walaupun emang salah? Jengkel karena suami lupa cuci mobil padahal istri mau arisan, atau istri lupa masak omelet kesukaan suami, itu manusiawi. Tapi, sudahlah, ingat, Anda berdua masih suami istri!

Balas dendam, ouch no……..!
Peran ‘juri’ aja dilupakan, apalagi balas dendam! Rasa geregetan untuk balas dendam kepada orang lain yang menyakiti kita, itu juga manusiawi. Tapi, ingat, yang ‘menyakiti’ Anda, bukan tukang sayur yang sering lewat di depan rumah atau preman di perempatan, dia pasangan Anda, belahan hati Anda! Masih perlu balas dendam???

Jadilah pelawak dadakan……
Anda masing-masing harus mampu jadi peramal, kapan akan mulai pertengkaran. Nah, kalau ada ‘tanda-tanda awal’, segeralah berupaya mengubahnya menjadi kemesraan. Ubah topik pembicaraan dengan hal-hal yang menyenangkan Anda berdua. Bahkan berusahalah menjadi ‘pelawak dadakan’ karena biasanya humor bisa mencairkan ketegangan.  Pilih humor yang tepat karena humor yang ‘ala kadarnya’, yang menurut Anda humor, menurut pasangan tidak, bisa saja bahkan memicu ‘perang besar Waterloo’ di rumah Anda.

Jadilah ‘pedagang’……
Timbangan adalah salah satu ‘senjata’ pedagang. Nah, Anda bisa ‘meminjam’ senjata itu dan menimbang besaran masalah yang dipertengkarkan. Bila masalahnya besar, pertengkarkan dengan kiat yang tepat, bila kecil bahkan begitu mungilnya, abaikan saja. Sekali lagi ingat, Anda berdua masih ……sekamar!

Sublimasikan emosi……
‘Uap’kan emosi Anda ke hal-hal lain yang lebih positif. Masuk ke ruang keluarga dan kayuhlah sepeda stasioner atau ke halaman belakang rumah memangkas pohon mangga yang dahan dan rantingnya sudah merajalela ke mana-mana. Bermain sepakbola dengan anak juga boleh. Atau, paling tidak, masuk kamar, baringkan tubuh Anda dan …….ngorok! Yang paling penting, jangan jadikan pasangan Anda sparring partner olah raga bela diri!

Minta bantuan profesional……
Penting, jangan buru-buru tapi jangan juga berlambat, harus tepat waktu! Why? Karena yang paling tahu apa yang ada di antara Anda berdua ya Anda masing-masing. Lantas, kapan Anda butuh bantuan profesional? Di saat Anda berdua benar-benar angkat tangan menyelesaikan pertengkaran demi pertengkaran dan salah satu atau keduanya mulai berpikir untuk angkat kaki, maka Anda bedua butuh orang lain untuk turun tangan. Jangan cari sembuarangan orang untuk tempat curhat karena bisa memunculkan masalah baru. Carilah tenaga profesional, psikolog, psikiater, atau pemuka agama dan mohonlah, ‘help us, please’!

Semakin lama semakin nyata, lautan api kan kuseberangi yang diikrarkan saat pacaran, tak jarang berubah jadi jjtj bmhm saat sudah berumahtangga, janji-janji tinggal janji, bulan madu hanya mimpi. Itu karena saat pacaran nggak mikir rekening listrik yang naik berkala, hp yang tiba-tiba bilang, pulsa Anda kurang dari 5000 rupiah, juga harga cabe dan daging yang melonjak di saat-saat dibutuhkan lebih. Tapi, kini ada begitu banyak hal indah yang saat pacaran dulu belum boleh Anda nikmati, kan??? Nah, lupakan dan tinggalkan hal sepele, kejarlah sesuatu yang lebih indah dan menakjubkan, kebersamaan dua belahan hati. Sulit? Mungkin ya. Tapi, bukankah dulu pernah berjanji, lautan api kan kuseberangi??? Heh heh heh.


Click to comment